Kapten Norval Sinclair Marley adalah
seseorang yang berperawakan kecil. Ia adalah seorang pengawas tanah
perusahaan Crown Lands, milik Pemerintahan Inggris yang telah menjajah
Jamaika sejak tahun 1660-an yang terletak sebelah utara pulau itu.
Pangkat yang disandangnya ia dapat saat menjadi komandan markas di
Resimen British Hindia Barat. Suatu saat ia bertemu dengan Cendella,
seorang wanita pribumi yang telah mamikat hatinya pada saat dia sedang
berkunjung ke distrik Nine Miles. Hubungan mereka menjadi pergunjingan
warga setempat karena Ras.
Pada Mei 1944 cedella mengejutkan
keluarganya karena hamil. Sehingga pada hari jumat dilaksanakanlah
pernikahan antara Norval dengan Cendella dan sehari setelah pernikahan
mereka, Cendella diungsikan ke Kingston agar tidak tercorek namanya
sebagai ahli waris keluarganya.
Dan akhirnya Cendella melahirkan seorang
anak yang diberi nama Robert Nesta Marley yang lahir pada pukul 2.30,
Rabu Februari 1945 dengan bobot enam setengan pon (3.25 kg) di Nine
Miles. Konon pada malam kelahirannya, banyak orang melihat beberapa
meteor jatuh, yang menurut keyakinannya akan lahir seorang tokoh besar.
Pada tahun 1950 Cendella pindah ke Trench
Town – Kingston. Marley mulay berinteraksi dengan geng-geng jalanan
yang kemudian berlanjut menjadi gerombolan bernama “The Rudeboys.
Walaupun berperawakan kecil seperti ayahnya, tapi karena kekuatannya ia
dijuluki “Tuff Gong”.
Setelah Marley drop out dari sekolahnya
ia mulai tertarik dengan musik. Pada awal 1962 Bob Marley, Bunny
Livingstone, Peter Mcintosh, Junior Braithwaite, Beverley Kelso dan
Cherry Smith membentuk grup ska & rocksteady dengan nama “The
Teenager” yang nantinya berubah menjadi The Wailing Rudeboys dan
berganti lagi menjadi The Wailing Wailer dan akhirnya menjadi The
Wailers.
Pada tahun 1977, Bob Marley divonis
terkena kanker kulit, namun disembunyikan dari publik. Bob Marley
kembali ke Jamaica tahun 1978, dan mengeluarkan SURVIVAL pada tahun 1979
diikuti oleh kesuksesan tur keliling Eropa.
Bob Marley melakukan 2 pertunjukan di
Madison Square Garden dalam rangka merengkuh warga kulit hitam di
Amerika Serikat. Namun pada tanggal 21 September 1980, Bob Marley
pingsan saat jogging di NYC’s Central Park. Kankernya telah menyebar
sampai otak, paru-paru dan lambung. Penyanyi reggae inipun akhirnya
menghembuskan nafas terakhirnya di Miami Hospital pada 11 Mei 1981 di
usia 36 tahun, dengan meninggalkan seorang istri dan 5 orang anak.
Terlihat jelas melalui sinar matahari
jamaika kamu dapat memilih bagian dari dongeng tentang Marley antara
lain : tentang kesedihan, cinta, pemahaman, dan Godgiven talent.
Dua dekade setelah dia meninggal,
Imensitas (kebesaran) Bob Marley menempatkannya menjadi satu diantara
figur-figur transenden terbesar sepanjang abad. Riak-riak yang
dilakukannya menyebrang dari sungai musiknya kedalam samudera politik,
etika, gaya filsfat, dan agama (Rastafaria). Bob Marley dimasukkan ke
dalam Rock n Roll Hall of Fame pada tahun 1994. Majalah time memilih
lagu Bob Marley & The Wailers Exodus sebagai album terbersar pada
abad ke-20. pada tahun 2001 ia memenangkan Grammy Lifetime Achivement
Award.
Pada tahun yang sama kemudian film
documenter tentang hidupnya dibuat oleh Jeremy Marre, Rebel Music,
dinominasikan untuk The Best Long Form Music Video documentary at the
Grammies, serta penghargaan untuk beberapa kategori lainnya. Dengan
kontribusi dari Rita, The Wailers, dan para pecintanya serta anaknya,
film tersebut menceritakan tentang Marley, yang juga disertai kata-kata
Marley sendiri. Pada musim panas tahun 2006, Kota New York memberikan
penghargaan tersendiri bagi Bob Marley dengan memberi nama pada jalam
gereja dari jalan Ramsen ke East 98th street dibagian timur Brookliyn
dengan memberi nama “Marley Boulevard”. Dan masih banyak lagi
penghargaan yang Bob Marley dapatkan.
Kisah hidup Bob Marley adalah sebuah
arketipe, itulah kenapa karya-karyanya abadi dan terus bergema. Bob
Marley berbicara tentang represi politik, wawasan metafisik dan
artistic, kesejahteraan dan apa saja yang mengusiknya. “No Women No Cry”
masih akan terus mengahapus air mata dari wajah seorang janda “Exodus”
masih akan memunculkan ksatria, “Redemtion Song” masih akan menjadi
tangisan emansipasi untuk melawan segala tirrani, “Waiting in Vaint”
akan tetap menggairahkan, dan “One Love” akan terus menjadi himne
internasional bagi kesatuan kemanusiaan didunia melampui batas-batas,
melampui kepercayaan-kepercayaan, di mana tiap orang akan sadar dan
mempelajarinya.
Bob Marley bukan hanya sekedar bintang
musik yang sebagian besar rekamannya memecahkan rekor internasional,
namun ia juga menjadi sebuah figure moral dan religius. Selain Bob
Marley kita juga harus mengakui bahwa banyak musisi yang lebih unggul
dari penemuan instrumental, gaya vocal gubahan musik, dan
sebagainya.tetapi hanya Bob Marley yang dapat membuat kita melihat
ribuan orang Hpi dari Mexico, Maori dari Selandia Baru bahkan
komunitas-nya di Indonesia (Jogjakarta dan Bali), berkumpul tiap tahun
untuk menghormatinya.
Banyak penggemarnya di seluruh dunia
meniru gaya rambut dreadlocknya karena fanatic walaupun tidak sedikit
pula yang meniru dreadlock Bob Marley karena terkena imbas voyeurisme,
padahal sebenarnya dreadlock Bob Marley sebagai bagian dari keyakinannya
akan ajran Rastafarian, dan bukan dari pengkulturan dari selebriti
idolanya. Pada umumnya di Indonesia, sosok Bob Marley banyak
diidentikkan dengan ganja, padahal ganja adalah ritual serta bagian dari
ajaran Rastafarian dan Bob Marly adalah penganutnya. Wajar bila ia
mengkonsumsi, menjadikan syair, dan menyanyikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar